Perempuan Dengan Garis Senyum Yang Panjang
Perempuan Dengan Garis Senyum Yang Panjang
Sumber Gambar : Photo by Christian Gertenbach on Unsplash
Aku sudah mengenal Tiara, gadis dengan garis senyum yang panjang. Namanya indah dan wajahnya selalu cerah. Aku sudah mengenal Tiara sejak kami sekolah di SD yang sama, belajar di tempat bimbel yang sama hingga akhirnya tepat 15 tahun Aku mengenalnya.
Seandainya dulu ku dengarkan kata orang kalau “Jangan berteman dengan lawan jenis kalau nggak mau terjebak friendzone.” Dan inilah kondisinya sekarang. Mengenal Tiara sejak kecil membuatku menaruh simpati padanya perlahan. Masih terbayang di kepala saat Tiara masih menangis karena diganggu kakak kelas waktu SMP atau jatuh saat naik sepeda di lapangan tenis kompleks.
Tiara, Tiara, Tiara… simpatiku kini berubah menjadi cinta. Cinta yang mungkin dirimu sendiri tidak tahu, cinta yang bahkan tak kamu sadari. Jangan bayangkan Aku dan Tiara memiliki hubungan dekat seperti sahabat yang digambarkan di novel atau film romantis.
Aku dan Dia hanya teman biasa, yang bicara secukupnya, dan saling menundukkan kepala saat berpapasan di jalan. Kami saling berkomunikasi saat ada keperluan penting entah terkait pelajaran di sekolah, amanah orangtua, atau pekerjaan.
Oh ya sebelumnya perkenalkan Aku Reno. Rumahku terletak tak jauh dari rumah Tiara. Meskipun satu sekolah, satu kantor dan satu lingkungan tempat tinggal kami tak pernah jalan berdua. Dia dijemput oleh pacarnya, Aku naik motor sendiri di belakang sambil membayangkan akan ada satu hari dimana kamu duduk membonceng motor ini.
“Minum air anget lagi?” Sapaku basa-basi.
“Iya, mari..” jawab Tiara singkat dan pergi begitu saja.
Sebenarnya Aku sudah tahu, bahkan hafal. Setiap hangat dia selalu minum air hangat di pantry, Aku juga hafal takarannya. 1/3 gelas air panas 3/4 air biasa, Tiara selalu minum air hangat entah cuacanya panas atau dingin. Entah sedang sakit tenggorokan atau sehat-sehat saja. Tiara lebih senang mengambil air hangat sendiri dibanding meminta bantuan OB. Tiara takut jika air hangat yang dibuat terlalu panas atau terlalu dingin.
Aku telah mengamati Tiara selama ini. Perasaanku terhadapnya semakin mendalam, andai ada satu momen sekali seumur hidupku untuk menyatakan perasaan cintaku padanya. Aku tak akan melewatkan itu, tak peduli apakah akan diterima atau ditolak.
Tapi Aku sadar, banyak orang yang menyukai Tiara. Hampir semua devisi di kantor ini mengetahui siapa Tiara, dan hampir sebagian besar berusaha merebut hatinya. Maklum saja, Tiara terkenal bukan karena wajahnya yang cantik. Dia punya nilai yang bagus, jiwa kepemimpinan yang baik terhadap tim, ramah dengan siapapun, bertanggung jawab penuh atas pekerjaan, dan berani berargumen. Aku tahu itu, karena banyak teman-temanku di kantor yang meminta tolong untuk mendekatkan mereka dengan Tiara. Tentu Aku menolak keras permintaan itu.
Aku saja tidak mampu mendekati Tiara, bagaimana bisa menolong mereka. Kalaupun bisa Aku sangat tidak ikhlas. Sore ini, cuaca sedikit mendung. Sepertinya akan hujan lebat, Aku melihat lamaran cuaca di Hp-ku. Sekitar pukul 18.00 WIB akan terjadi hujan deras. Padahal di jam itu, banyak karyawan yang pulang.
Tiba-tiba Tiara berada di sampingku. Kami berdua melihat cuaca sore ini di jendela yang sama. Aku melirik wajahnya sedikit. Tampak raut wajah yang cemas, tapi apa yang perlu dikhawatirkan jika Dia dijemput oleh pacar yang mengendarai mobil.
Kali ini Aku tak menyapanya. Kami memang sedikit berbicara, lagi pula Aku sudah tahu apa yang akan Dia jawab. “Iya..” hanya kata itu saja yang selalu Tiara ucapkan setiap kali Aku berbicara kepadanya tentang hal apapun.
Hujan mulai turun. Pekerjaanku tinggal sedikit, satu per satu karyawan pulang. Tinggal Aku yang masih bertahan di ruangan ini. Rasanya ingin segera menyusul pulang, tapi di luar masih hujan deras dan pekerjaanku tak selesai.
Tepat 18.30 hujan mulai mereda, pekerjaanku juga sudah selesai. Aku mematikan Laptop dan membereskan meja kerjaku. Aku turun ke loby kantor untuk melakukan absensi.
Di depan mataku, ada mobil yang tampaknya tidak asing. Itu mobil pacar Tiara, dari depan kantor Aku melihat siluet orang yang sedang bertengkar. Pertengkarannya sepertinya hebat. Aku sedikit penasaran. Tapi jangan deh, siapa diriku yang ikut campur kehidupan cinta orang lain. Meskipun Aku mencintai Tiara diam-diam, tapi Aku juga tak punya hak atas urusan cintanya.
Aku menuju parkiran motor.
BRAKK suara benturan yang cukup keras. Tiara keluar dari mobil pacarnya. Tiara kehujanan, sedangkan pacarnya pergi meninggalkan Tiara dengan kecepatan tinggi. Tiara menepi di depan gedung, rambuh dan bahunya basah.
“Aku bawa helm dua” ucapku sedikit memberanikan diri. Dengan membawa motorku, ku tawarkan ia tumpangan untuk pulang ke rumah.
Wajahnya seperti cuaca hari ini, mendung dan hancur. Aku memang tak pandai menghibur, tapi setidaknya Aku ingin menemani Tiara menangis sore ini. Pertengkaran dengan kekasih tentu menyakitkan, setidaknya itu kata orang-orang.
“Maaf Ren, Aku udah pesen taksi.” Ucapnya sambil tersenyum lebar dan menunjukkan wajah kuat.