Kadang Kita Yang Baperan Atau Mereka Yang Kelewatan

Kadang Kita Yang Baperan Atau Mereka Yang Kelewatan

Kadang Kita Yang Baperan Atau Mereka Yang Kelewatan

Halo semua, lama tak jumpa. Setelah membuat cerpen spesial halloween kemarin aku cukup senang, akhirnya aku bisa nyoba beberapa genre. Aku mendapatkan respon yang cukup baik dari beberapa teman yang ku minta untuk mereview.

Lanjut, hari ini aku nggak akan bahas soal tulisan, aku akan membahas tentang perasaan. Bukan aku jika tak menyebarluaskan perasaan baper ke orang-orang. Tapi aku tak membahas cinta, ada hal yang lebih dasar yang terkadang perlu dipahami sebelum mengerti cinta. Namun sebelumnya, aku mau menegaskan, Aku bukan seorang psikolog atau seorang dengan background tertentu. Aku hanyalah Aku penulis amatir yang menyampaikan pesan dan apa yang dirasa melalui tulisa-tulisannya. Jadi apa yang aku tulis di sini hanyalah opini pribadi, boleh diterima boleh tidak.

Kadang Kita Yang Baperan Atau Mereka Yang Kelewatan

Seperti yang aku bilang tadi, terkadang sebelum mengenal cinta atau benci. Kita perlu belajar tentang beragam emosi, meskipun rasa cinta dan benci termasuk dalam emosi jiwa, tapi kedua perasaan tersebut cenderung perasaan yang kompleks dan gabungan beberapa perasaan.

Ada banyak bentuk emosi yang kita rasakan sehari-hari mulai dari senang, sedih, marah, kesal, bahagia, kagum, dan lain-lain. Perasaan tersebut terkadang berpengaruh besar terhadap kegiatan kita sehari-hari. Ya, kalau lagi bahagia kita bisa sangat bersemangat, tapi kalau lagi bersedih rasanya segala hal menjadi sangat susah. Perasaan itu bukan hanya berpengaruh pada aktivitas kita saja, namun juga sikap kita ke orang lain.

Aku pernah membaca sebuah artikel yang bertemakan psikologi, kalau tidak salah judulnya Highly Sensitive Person, atau kalau diartikan orang yang baperan. Ya artinya kehidupan orang itu tak lepas dari pengaruh perasaan yang besar, entah itu perasaan positif atau negatif. Sebenarnya aku juga orang yang terkadang lebih ingin mengikuti kata hati alias emosi saja dibanding logika. Perasaan atau hati seseorang memang lebih peka dan lebih lemah dibanding pikiran kita. Tapi tanpa hati, dan hanya mendengarkan pikiran saja tentu kita akan mati ditengah jalan. Intinya hidup itu harus seimbang.

Nah, kita bahas lagi tentang ‘baperan’ pernahkan kalian berada di kondisi merasa tersakiti oleh orang lain. Baik sikapnya atau ucapannya, baik itu sengaja atau tidak, baik itu sekadar bercanda atau serius. Aku yakin pernah, apa yang dilakukan orang lain memang bukan kontrol kita. Hal-hal itu sangatlah lumrah terjadi. Mungkin beberapa orang mengungkapkan rasa kecewanya, mengekspresikan itu sesegera mungkin, atau bahkan menyimpannya rapat-rapat. Tak apa, setiap orang punya caranya masing-masing untuk menyikapi rasa sakit.

Sejujurnya aku bukan orang kuat, tapi juga orang yang terlalu lemah. Aku punya caraku sendiri untuk mengatasi itu. Terkadang hal yang menjengkelkan adalah, saat kita merasa tersakiti kita justru dihakimi. Ya, bukannya minta maaf kita justru yang dibilang baperan bukan orang yang asyik untuk diajak berteman, dan lain-lain.

Memang, salah satu cara yang menyenangkan untuk berteman adalah dengan bercanda, saling meledek kekurangan atau hal lucu lainnya, hingga akhirnya tertawa bersama. Tapi perlahan hal itu bergeser menjadi tindak pembullyan. Banyak orang yang kurang terima dengan cara berteman seperti itu. Mungkin ini efek dari si orang baperan. Tapi tunggu dulu…

Aku sendiri kadang sering bertanya-tanya, “Apakah aku yang terlalu baperan atau mereka yang terlalu kelewatan” saat menghadapi sesuatu yang menyebalkan aku sering bertanya demikian.

Kalau dipikir-pikir memang terkesan lucu jika kita kesal atas hal sederhana. Tapi kita tak pernah tahu apakah hal itu sesederhana itu. Sebagai orang lain tentu kita nggak akan paham hal-hal sensitif apa yang dimiliki teman, pasangan, keluarga, atau siapapun yang menjadi lawan bicara.

Tapi sebagai pihak yang baper kadang kita juga perlu berpikir, mungkin dia atau siapapun yang menyakitimu hari ini tak bermaksud apapun. Dia bermaksud murni membuat obrolan yang menghangatkan. Bahkan tak sadar atas apa yang barusan dilakukan atau diucapkan. Sehingga dia benar-benar tak tahu jika kita tersakiti olehnya. Mungkin ia terlihat jahat karena tertawa sedangkan kita menderita. Tapi bisa saja, dia tak bermaksud untuk menyakiti dan tak menyadari itu.

Untuk menjawab apakah kita yang “terlalu baperan atau mereka yang kelewatan”? itu perspektif masing-masing. Kita nggak bisa menyalahkan satu pihak saja, kita harus membahas keduanya. Menurutku baik yang dibilang baperan atau bercandanya kelewatan perlu saling mengukur. Kita akan terus terjebak dalam satu perasaan jika tak bisa mengukurnya dengan otak. Misalnya saja kita harus lebih mampung mengukur keterlibatan hati dan memberi sugesti baik pada diri. Atau saat kita bercanda dengan orang lain kita perlu lihat-lihat dulu, dia karakter seperti apa, kalian mengobrol di kondisi yang bagaimana, dan topik apa yang dibahas bersama.

Saling sadar satu sama lain akan meminimalisir gesekan, dan hubungan tersebut akan berlangsung panjang.

Itu dia obrolan ngalor-ngidulku hari ini. Semoga berkenan di hati kalian see you!

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *